Menyikapi Rencana Kenaikan BBM

Saturday, June 8, 20130 comments

Perkembangan informasi teknologi saat ini sangat pesat bahkan telah mampu mengapai pelosok daerah yang dulunya belum merasakan teknologi pun sekarang bisa menikmati layanan informasi teknologi scara online.  Tak mengherankan  kemajuan ini telah menjadikan Indonesia sebagai pasar potensial bagi bisnis digital media di kawasan Asia, dengan 70% populasi Indonesia anak muda di bawah 40 tahun dan mudah beradaptasi dengan teknologi. Berdasarkan data dari beberapa lembaga riset, pada 2012 pelanggan seluler di Indonesia mencapai 256 juta. Pada tahun ini, pengguna smart phone di Indonesia mencapai 160 juta, pengguna ponsel fitur (feature phone) 125 juta, dan pengguna komputer tablet atau modem dongle 29 juta.
    
Pemanfaatan teknologi informasi ini, tentu membawa efek pada setiap langkah yang dilakukan pemerintah terkait pengambilan kebijakan. Seperti yang dialami  Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Menurut  Staf Khusus Presiden (SKP) bidang Komunikasi Sosial, Sardan Marbun dalam situs resmi Sekretariat Kabinet (Setkab). Presiden SBY menerima ratusan pesan singkat (SMS) dari masyarakat yang mempertanyakan kepastian kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Tercatat pada periode 16-30 April 2013, Presiden SBY menerima 5.298 pengaduan masyarakat melalui SMS dan PO BOX 9949. Jumlah pengaduan melalui SMS 5.261, sedang surat yang masuk melalui PB BOX 9949 37 pucuk. Sebanyak 710 SMS yang menanggapi rencana pemerintah menaikan harga BBM bersubsidi. Dari jumlah itu, terdapat 290 SMS (40,84%) mendukung, 255 SMS (36,92%) netral, dan 165 SMS (23,24%) menolak.
    
Penilaian penulis di era demokrasi pasca-runtuhnya kekuasaan Orde Baru, aksi penolakan dan dukungan setiap pengambilan kebijakan merupakan instrumen bagi publik dalam mengawal kinerja pemerintah dalam melaksanakan tugas agar pemerintah tetap konsisten dalam menjalankan amanah rakyat.
    
Di sisi lain, sangat jelas kebijakan publik dibuat oleh pemerintah terkait  pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah itu sendiri. Tak mengherankan jika dalam setiap pengambilan keputusan diperlukan pertimbangan dan masukan serta adanya penolakan,  agar kebijakan tersebut dapat bermanfaat dan tidak menimbulkan kerugian mendasar pada masyarakat. Apalagi era tekonologi saat ini, partisipasi masyarakat sangat dirasakan setiap pengambilan kebijakan.
    
Seiring rencana kenaikan BBM yang dilakukan pemerintahan SBY pada akhir bulan ini, penulis akui bukan yang kali pertama di tahun 2013, pada tahun 2012 lalu, pemerintah berencana menaikkan harga BBM subsidi, namun langkah ini pada akhirnya terpatahkan oleh mekanisme politik di DPR. Tak dapat dipungkiri,  pembatasan dan pengalihan subsidi sejujurnya memiliki manfaat tersendiri untuk bangsa ini.  
    
Padahal, dapat dipastikan dengan adanya kenaikan ini, pemakaian premium akan berkurang, efeknya subsidi akan menurun dan kas negara dapat  berhemat. Subsidi BBM, selama ini telah menjulang tinggi. Terlihat dari harga bensin premium yang dijual Rp 4.500/liter, padahal biaya memproduksi bensin premium  sekira Rp9.000/liter. Untuk menutupi kekuarangn ini pemerintah harus menanggung kisaran biasa Rp 4500/liter. Tak mengherankan jika negara harus menanggung beban setiap tahun hingga Rp370 triliun.
    
Jika ditelusuri lebih jauh, sangat  memperihatinkan pemberian subsidi selama ini terbukti hampir 70% dinikmati mereka yang tergolong mampu, ketimbang mereka yang kurang mampu, realitas ini dapat dirasakan dengan kehadiran jumlah mobil pribadi di Indonesia yang mencapai sekira 10,5 juta unit, dan tiap tahun bisa bertambah 1 juta unit. Sebagian besar mereka menggunakan BBM subsidi, meskipun mereka tahu tidak berhak.
    
Sangat jelas, selama ini telah terjadi kesalahan dalam penyaluran subsidi, padahal dari pemberian ini, pemerintah  telah mengorbankan banyak program yang seharusnya lebih produktif bagi masyarakat tak mampu, seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan juga dana sosial ke masyarakat miskin.
    
Bisa dibayangkan setiap jebol satu juta kiloliter, pemerintah harus menambah biaya hingga Rp5 triliun. Sebelumnya, Mantan Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyatakan konsumsi BBM ditaksir akan mengalami pembengkakan hingga 53 juta kiloliter. Menurutnya, potensi pembengkakan ini sangat mungkin terjadi jika tidak ada kebijakan konkret untuk melakukan pengendalian. 
    
Terhitung 2013, tercatat alokasi anggaran untuk subsidi BBM mencapai Rp274,7 triliun. Untuk itu, penilaian penulis, pemerintah harus bersikap tegas dengan melarang mobil pribadi menggunakan BBM subsidi. Seperti diketahui, jumlah BBM yang diimpor Indonesia cukup besar. Pada Februari 2013 lalu saja, Indonesia mencatat mengimpor BBM senilai USD2,57 miliar atau sekira Rp24,4 triliun, dan memicu neraca perdagangan Indonesia menjadi defisit.

Kekhawatiran  rencana kenaikan BBM tentu sangat dirasakan masyarakat luas, selama setiap kenaikan BBM telah terbukti membawa dampak naikkan sektor lainnya yang pada akhirnya rakyat juga lah yang terbebani. Namun, antisipasi yang dilakukan pemerintah dengan memberikan kompensasi kenaikan harga BBM. Langkah ini dilakukan untuk menghindari efeknya ditengah-tengah masyarakat patut didukung. 
     
Memang kita akui jika selama ini subsidi BBM cenderung dinikmati oleh mereka yang mampu dibandingkan mereka yang tak mampu, perbandingannya sampai 150 kali lipat, padahal tujuan dari adanya subsidi adalah membantu perekonomian mereka yang tak mampu bukan sebaliknya membantu mereka yang mampu. Jika hal ini terus dibiarkan akan menimbulkan kesenjangan sosial yang tinggi di masyarakat.
    
Dari kenyataan yang ada, penulis mencoba menyikapi rencana kenaikan BBM. Penilaian penulis,  sangat jelas rencana kenaikan adalah untuk penyaluran subsidi agar tepat sasaran, jika ada penolakan kenaikan BBM, sebenarnya bertujuan untuk membela siapa? Padahal sangat jelas kenaikan ini agar  subsidi  diberikan  kepada kelompok masyarakat yang lemah.  
    
Itu sebabnya, APBN Perubahan yang sedang diajukan pemerintah hendaknya cepat diproses oleh DPR, karena dalam APBN-P tersebut, terdapat klausul dana kompensasi untuk kenaikan harga BBM. Jika tak disetujui, polemik kenaikan BBM akan terus menjadi wacana panjang. Janganlah DPR mempolitisasi tentang dana kompensasi kenaikan harga BBM.

Share this article :
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. SURYANI CENTER - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger